KINIGORONTALO.COM – Himpunan Mahasiswa Komunikasi (HIMAKOM), Fakultas Ilmu Sosial (FIS), Universitas Negeri Gorontalo (UNG), menggelar Screening Film yang berjudul “Thirteen Missing Books” di Aula FIS, Rabu (17/07/24).
Thirteen Missing Books ini merupakan sebuah film pendek yang sudah kedua kalinya berhasil ditayangkan, usai diproduksi oleh Humine Pictures yang juga ikut bekerja sama dengan HIMAKOM UNG. Film ini sengaja dibuat, guna meningkatkan produksi-produksi film di Gorontalo.
Dalam kesempatan ini, film yang dikategorikan sebagai film pendek itu ditayangkan serta dibedah langsung dihadapan kalangan mahasiswa Jurusan Komunikasi.
Pembedah film tersebut hadir dari salah seorang Dosen Jurusan Komunikasi, bersama dengan para crew film yang tidaklah lain sebagiannya adalah mahasiswa dari Jurusan Komunikasi.
Dosen Jurusan Komunikasi, Dr. Noval Sufriyanto Talani mengatakan, screening film yang diproduksi oleh mahasiswanya ini mengandung banyak pemaknaan terhadap sebuah buku.
“Konsep pemaknaan dalam film ini, itu bertumpuk pada Madilog. Materialisme, dialektika, logika. Dan yang diguncang secara impresif di dalam film ini adalah logika kita,” ujar Noval, dalam sesi bedah buku.
Noval menambahkan, produksi film seperti ini, juga merupakan bagian dari pengembangan kurikulum di Jurusan Komunikasi. Sehingganya dirinya berharap, HIMAKOM sendiri bisa menjadi penggerak bagi hidupnya sineas-sineas muda di Gorontalo atau di lingkup Ilmu Komunikasi.
“Ini adalah bagian dari pengembangan kurikulum di Ilmu Komunikasi. Karena kan kalau kita tahu itu, di Komunikasi itu ada mata kuliah multimedia, kemudian ada mata kuliah fotografi, kemudian ada dalam pengembangan kurikulum itu kan sebenarnya ada sinematografi,” kata Noval, kepada kinigorontalo.com usai kegiatan.
“Saya sangat berharap HIMAKOM itu bisa menjadi motor bagi hidupnya sineas-sineas muda di Gorontalo umumnya, atau di lingkup Ilmu Komunikasi khususnya,” imbuhnya mengharapkan.
Sementara itu, Director film Thirteen Missing Books, Sandi Nteya mengatakan, lokasi shooting pada film ini berada di wilayah Kota Gorontalo.
“Jadi tempat shooting ini berada di salah satu kost rekan kami, itu kami pakai selama sembilan hari. Untuk lokasinya itu di jalan Makkasar, Kota Gorontalo,” ungkap Sandi.
Dirinya juga menjelaskan, pra produksi dari film tersebut sudah berlangsung sejak bulan Februari hingga berakhir pada bulan Mei 2024.
Adapun pemaknaan dari nama film ini, dijelaskan Sandi, berada pada tiga penggalan kata yang merujuk pada hilangnya para aktivis.
“Untuk pemilihan makna itu memang ada. Jadi judulnya itu ada tiga kata, Tiga Belas, Buku, Hilang, atau Thirteen Missing Books. Jadi tiga belas itu merujuk pada jumlah aktivis yang dihilangkan, buku itu sebagai metafora dari aktivis, jadi kami tidak menyebutnya sebagai aktivis, tapi sebagai buku, dan hilang itu adalah kondisi yang mereka alami,” pungkasnya.