“27 Maret 2013, sekitar pukul 16.00 WITA , KPU Kota Gorontalo mengeluarkan surat pembatalan pada pasangan Adhan Dambea – Indrawanto Hasan (DAI) sebagai calon Walikota dan Wakil Walikota Gorontalo “. Adhan Dambea (AD) sebagai petahana adalah calon yang hampir pasti memenangkan pertarungan Pilkada Kota Gorontalo. sayangnya, ia (AD) harus terganjal dengan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Manado (PTUN) yang memutuskan Surat Tanda Kelulusan jenjang sekolah dasar tidak bisa digunakan dalam pencalonan.
Saat itu, tahapan pemungutan suara akan dilaksanakan pada besok pagi. Logistik kertas suara otomatis telah dicetak dengan nama pasangan calon, namun dengan keputusan KPU, masyarakat menerima edaran bahwa pasangan DAI telah dibatalkan. Fenomena itu membuat masyarakat Kota Gorontalo tumpah ruah ke jalanan, titik kumpul tanpa mobilisasi terpusat dikantor walikota Gorontalo. Banyak kekecewaan yang disampaikan warga kota hingga pada akhirnya tidak ada yang bisa dilakukan selain menelan pil pahit dengan kenyataan yang ada.
Cerita singkat Pilkada Kota Gorontalo tersebut terjadi kurang lebih satu dekade yang lalu. Adhan sebagai tokoh sentral yang didukung oleh mayoritas warga kota harus tunduk pada keputusan hukum. Tak ada yang menyangka, namun itulah fakta politik hukum yang harus dihargai oleh setiap warga negara, terlepas dari asas keadilan subjektif yang menghubungkan peristiwa itu dengan kolaborasi politik elit lainnya untuk menjatuhkan sang petahana.
Hari ini, rangkaian kenangan pahit 10 tahun silam ditebus dengan kemenangan mutlak Adhan Dambea pada kontestasi Pilkada 2024. Dengan hasil resmi rekapitulasi KPU Kota Gorontalo , Adhan yang berpasangan dengan Indra Gobel (AIR) unggul dari 3 pasangan calon walikota lainnya.
Tulisan ini akan memetakan mengapa Adhan Dambea kembali merajai kota Gorontalo, setelah kalah 2 kali dalam perhelatan Pemilihan Walikota Gorontalo periode 2013/2018 hingga periode 2018/2024. Apakah ada pergeseran tipologi pemilih Kota Gorontalo ? atau memang ada sentimen sejarah yang mengakar kuat dan membuat luapan pemilih Adhan 10 tahun yang lalu kini hadir dalam segmentasi romantisme masa lalu. “ mari kita bahas”
Tak Pernah Padam
Adhan Dambea adalah politisi lintas generasi yang masih eksis hingga kini. Memulai karir sebagai anggota DPRD Kota Gorontalo, Adhan mampu menyihir para pemilih Kota Gorontalo dengan banyak program Populisnya. Ketika menjadi Walikota periode 2009-2013, Adhan banyak melakukan gebrakan yang hingga kini eksistensinya bisa dirasakan. Beberapa praktek politik populis Adhan misalnya kerap menggunakan jargon keagamaan bukan hanya dalam kampanye politik namun dalam realisasi kebijakananya.
Ekspresi populistik ini mengacu pada represi tentang gerakan yang mengakomodir kepentingan arus utama rakyat, yang pada prakteknya selalu beradu kuat dengan pemilik modal atau elit yang despotik dan korup (Daniele Albertazzi and Duncan McDonnell, 2012) Dalam kajian sosiologis, populis beririsan dengan keinginan masyarakat akan nilai-nilai yang bersumber secara massif. Berdasar dua argumen tersebut gambaran kebijakan Adhan secara spesifik misalnya pemilihan Putra Putri Islam Berprestasi (PPIB). Kegiatan ini sejalan dengan kultur keagamaan masyarakat Kota Gorontalo yang gemar dengan perayaan-perayaan keagamaan. Belum lagi misalnya perhatian Adhan yang kerap memberikan honorarium pada guru madrasah di taman pendidikan Al-Qur’an hingga imam masjid dan pemangku adat.
Beberapa kebijakan populis Adhan dibarengi dengan keberaniannya mengubah banyak wajah kota Gorontalo yang awalnya semrawut kini menjadi tertib dan teratur. Beberapa diantaranya, Pusat perdagangan yang banyak dikenal dengan nama “Murni”, Taman Kota Gorontalo, Terminal Andalas, hingga patroli pengamanan kota dari miras. Kini, dengan kembalinya tapuk kekuasaan pada beliau, Adhan kembali pada gaya lama tentang program-program populismenya.
Dalam salah satu kampanye, ia akan membuka pasar senggol dengan durasi waktu yang cukup lama ketika Ramadhan. Adhan berdalih bahwa, pasar yang hanya dibuka saat Ramadhan itu pada 10 tahun terakhir hanya diberikan ijin buka 5 hari menjelang lebaran. Ia pun membeberkan ada indikasi kerjasama antara pemerintah dan pengusaha yang sengaja dilakukan agar masyarakat lebih memilih Mall atau toko besar untuk berbelanja kebutuhan lebaran.
Tidak hanya itu, keluhan pedagang pasar sentral dan liluwo tentang pembeli yang sepi ditanggapi Adhan dengan kebijakan yang cukup berani. Untuk pasar sentral ia berjanji dalam 6 bulan menjabat, sentral akan kembali ramai seperti sebelum direnovasi pemerintah. Begitu juga pasar liluwo. Beberapa item tentang program beliau tersebut hadir dari model kampanye yang sifatnya dialogis. Adhan selalu memberikan kesempatan pada masyarakat untuk mengeluarkan keluhan-kesalnya tentang kehidupan Kota Gorontalo 10 tahun terakhir.
Pergeseran Segmentasi Pemilih
Daftar Pemilih Tetap Kota Gorontalo berjumlah 146.070 dan tersebar di 276 TPS. Dengan jumlah tersebut Perolehan suara AIR tersebar dan terbanyak hampir diseluruh Kecamatan dengan jumlah 39,696 suara. Urutan kedua pasangan Idris- Andi Ilham 27.104, ketiga pasangan Ryan-Budi 24,904 dan yang teakhir pasangan Independen Ramly Anwar dan Anna dengan 14.095 suara.
Dengan didominasinya suara warga Kota Gorontalo oleh Adhan, tesis tentang pergeseran tipologi pemilih bisa dikedepankan. Secara teori, ada tiga karakteristik pemilih dalam Pemilu maupun Pilkada. Pertama Pemilih yang rasional. Mereka mengedepankan konstruksi program dalam menjatuhkan pilihan. Kategori ini punya segmentasi pemilih dikalangan kelas menengah terdidik, baik dari kalangan mahasiswa dan pengajar. Kedua, pemilih yang psikologis, kategori ini adalah pemilih yang mengikatkan diri pada partai politik atau elit tertentu. Pemilih merasakan kedekatan yang menyatu dengan elit pada saat-saat kontestasi bahkan pasca kontestasi. Dalam kajian Politik kontemporer, hubungan ini mengacu pada patron and client yang sifatnya relasional atau tidak hanya terbatas pada prosedur elektoral (Ed.Aspinal 2022) , kemudian yang ketiga tentu tipologi pemilih yang pragmatis/oportunistik. Model seperti ini adalah mereka yang menghambakan diri pada kekuatan uang, atau vote buying.
Dari ketiga unsur tipologi tersebut, Kota Gorontalo dengan kemenangan Adhan Dambea kembali, berhasil merubah karakteristik pemilih Kota dari Pragmatis bergeser pada tipe yang psikologis. Energi pemilih Adhan yang kembali, bertemu dengan perasaan kecewa pada 10 tahun pemerintahan Kota Gorontalo. analisis ini terlihat ketika petahana wakil walikota Ryan Cono maju sebagai calon Walikota, tidak mampu menggeser popularitas dan elektabilitas seorang Adhan Dambea.
Penutup
Untuk 5 tahun kedepan, rakyat Kota Gorontalo telah menetukan kembali pilihannya pada Adhan Dambea dan Indra Gobel. Pasangan ini seakan memuat begitu deras aspirasi masyarakat Kota Gorontalo yang haus akan perhatian pemerintah. Adhan tempat mereka mengadu, tidak sedikit dari mereka sampai menangis tersedu-sedu ketika berbicara tentang berbagai polemik kehidupan di Kota Gorontalo. mungkin diusia ke 66 ini dia akan terus berjalan dengan kebijakan populis yang tak manipulatif, dan Adhan seperti kata Mohamed Arkoun yang menempatkan “Hidup adalah Kereta dan Berfikir adalah Geraknya”