Kasus Benteng Otanaha, Kuasa Hukum; Penetapan Tersangka Unprosedural

Berita0 Dilihat

KINIGORONTALO.COM – Pasca sidang perdana permohonan Praperadilan di Pengadilan Negeri Gorontalo. Tim Hukum Pemohon dari Major Law Office langsung tancap gas menggelar konferensi pers. Kegiatan berlangsung di lantai 2 Mary Coffe Kota Gorontalo (27/9/2024).

 

Alfi Samsi Faqih Sigar membuka konferensi pers dengan terlebih dahulu mengurai urgensi upaya praperadilan dalam hukum acara pidana.

 

“Upaya praperadilan terhadap sah atau tidaknya penetapan tersangka dalam kasus pekerjaan proyek pengembangan objek-objek pariwisata di Dinas Pariwisata, Kepemudaan dan Olahraga Kota Gorontalo merupakan hal yang lumrah dilakukan oleh pihak yang merasa hak asasinya dilanggar dalam proses pra ajudikasi. Dalam hal ini tahapan-tahapan sampai keluarnya penetapan tersangka oleh penyidik Polda Gorontalo. Jadi sekali lagi sah atau tidaknya penetapan tersangka telah dijamin dalam peraturan perundang-undangan. Dikuatkan lagi dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 yang menjadikan penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan sebagai objek praperadilan,” tegasnya.

 

Kuasa hukum pemohon Muh. Syarif Lamanasa, SH.MH menyatakan bahwa ada unprosedural yang dilakukan oleh termohon dalam hal ini Penyidik Polda Gorontalo.

 

“Unprosedural salah satunya terlihat dari tidak diberikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada terlapor dalam hal ini klien kami. Jadi sampai detik ini, klien kami itu tidak pernah menerima SPDP. Padahal dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015 berbunyi penyidik wajib memberitahukan dan menyerahkan SPDP penyidikan kepada penuntut umum, terlapor, dan korban/pelapor dalam waktu paling lama 7 hari setelah dikeluarkannya surat perintah penyidikan,” ungkapnya.